Pengikut

Mengenai Saya

DKI Jakarta Terpadat, Jakut, tapi akhir-akhir ini Jakbar, Indonesia
sombong, sok, angkuh, nyolot, belagu, sifat dasar manusia yang amat teramat melekat di gue

Kamis, 10 Desember 2015

Althought You Might Not Know The Song, Because You're That Plebeian

Thank you.

For always being my One Call Away, Brociuz.

:)

Biarlah, Saya Menikmati Keyakinan Semu Ini Sementara Waktu

Karena sepanjang kisah Saya, keyakinan adalah hal mitos yang tak pernah Saya miliki.

Mungkin saja, pada akhirnya Saya akan menemui jalan buntu.

Tapi biarlah, Saya tenggelam dalam hal mitos yang akhirnya Saya dapatkan ini, walau semu.

Minggu, 22 November 2015

Akhirnya Nge-Post Lagi

Ah. Here we are.
Holaa I'm back! (finally).

Kira-kira udah berapa lama ya gue menelantarkan blog gue ini? #bloggercommonproblem

Sebenernya gue punya waktu luang yang lumayan cukup banyak buat, at least, nge-post sekali dalam seminggu, paling enggak supaya yang punya blog ini ga disangka is dead. Tapi dengan semakin terbiasanya gue dengan fasilitas ternyaman di kost super gue ini, like YouTube-ing without buffering AT ALL, membuat gue berhasil untuk me-nomor-dua-kan hal-hal kecil yang biasanya menjadi favorit gue,

Seperti misalnya, membaca buku. I'm a bookworm.
Gue ini dari dulu itu sering banget ngutil baca buku yang sampul plastiknya lepas di Gramedia. Dulu itu biasanya setiap weekend entah itu Sabtu atau Minggu, nenek gue yang metal itu demen pergi belanja ke supermarket besar di mall semacam Goro (her favorite sebelum Goro ditutup tanpa gue tau sebabnya), Continent (setelah Goro ditutup), dan terakhir Carrefour (setelah Continent kalah saing dengan Carrefour). Biasanya pada kesempatan tersebut gue lebih memilih untuk ditelantarkan di Gramedia ketimbang berlarian kesana kemari di supermarket sambil sesekali ngutil nyicip permen jelly di toples gede tempat biasa naroh asinan atau disuruh jadi kurir nyariin barang belanjaan yang nenek gue pengen beli kayak kecap manis, dan minyak. Gue lebih enjoy buat ngedemplak di lantai lorong-lorong rak buku novel di Gramedia ketimbang lari-larian nyariin emak gue atau tante gue atau nenek gue yang tiba-tiba suka menghilang di tengah penjelajahan barang di supermarket (sifat dasar wanita -__-')

Lorong yang biasanya gue pilih buat duduk ngedemplak itu adalah pasti dan selalu lorong rak novel import. Gue adalah penggemar Enid Blyton,forever! Tapi jarang sekali gue nemuin buku karangan Enid Blyton yang sampul plastiknya lepas. Kebanyakan yang sampul plastiknya lepas itu adalah buku-buku resep masakan di meja kotak yang ditempatkan di tengah-tengah jalan. Tapi banyak juga novel import yang sampul pastiknya lepas. I'm not picky when it comes to books, gue baca semua buku, kecuali buku masakan ya karena gue lebih demen googling resep daripada beli buku resep, dan buku pelajaran karena itu masalah utama setiap manusia buat baca buku pelajaran selain kalo mau ujian. Pokoknya shelf yang sering gue kunjungin itu ya pasti novel import, deh. Rak komik juga gue hampiri sih, tapi hanya rak yang menyediakan komik Detective Conan aja, dan itupun gue SELALU beli, ga baca yang plastiknya lepas kayak novel import. Karena gue punya prinsip ini dalam membaca buku, gue lebih suka untuk memiliki seri Detective Conan ketimbang minjem komiknya doang. Gue mengkoleksi seri Detective Conan dari awal sampai seri terbarunya (tapi semenjak kuliah ini gue udah banyak keinggalan gara-gara gue udah jarang banget ke Gramedia).

Anw, gue bisa ngedemplok berjam-jam di Gramedia (dan kalo emak-emak belanja emang berjam-jam juga) tanpa khawatir karena ga ada orang tua di sekitar gue (gue udah dari SD demen ditelantarin di Gramedia). Dengan waktu berjam-jam yang gue miliki itu, gue bisa ngebaca setengah novel import yang plastiknya lepas, biasanya setengahnya lagi gue baca pada weekend berikutnya kalo bukunya masih lepas plastiknya, kalo udah diplastikin biasanya gue nyari buku yang lain buat gue baca. Jadi entah berapa banyak buku yang udah gue baca selama weekend-weekend ceria itu, tapi tetep aja Gramedia selalu ga pernah kehabisan buku baru yang mana selalu berhasil memotivasi gue buat ngutil baca itu buku kalo ada kesempatan.
I am missing those moments very much.

Sekarang ini, dengan berbagai macam kejadian yang sudah gue alami silih berganti, gue mulai kehilangan interest buat beli-beli buku lagi. Gue tetep suka baca buku, cuman aja masalahnya itu gue ga bisa ngeluangin cukup waktu buat ngebaca kayak dulu lagi. Gue masih punya buku yang udah 4 tahun lalu gue beli dan sampe sekarang itu buku masih tersegel plastik dengan rapi dan terkurung di lemari gue, Padahal itu buku karangannya Enid Blyton. See?

Bukannya gue ga mau ngeluangin waktu buat baca buku ataupun sekedar nulis singkat di blog lagi, Tapi beberapa hal berubah dengan cepat. Seperti yang gue katakan, gue masih kutu buku, dan gue juga masih demen nulis blog, hanya saja beberapa tahun belakangan ini gue disibukkan dengan berbagai macam perihal mengganggu dan menyebalkan sehingga seandainya gue punya waktu luang, gue lebih milih untuk guling-guling di kasur atau YouTube-ing sambil bercengkrama dengan Babang Ndez (hehehe). Seriously, dua hal itu yang menolong gue untuk tetep survive dalam menjalani berbagai macam situasi beberapa tahun belakangan ini. 

Tapi toh pada akhirnya gue nge-post juga kan fufufu..
Baiklah, sekian dulu post-an dari gue. Gue mau dinner dulu ama Babang hehe..
Sampai bertemu lagi di post-an selanjutnya ya (entah kapan).

Jumat, 06 Februari 2015

terima kasih kura-kura

kemarin pagi seperti biasa saya berangkat menuju kantor saya yang berjarak hanya 15 menit saja dari kost saya di daerah tanjung gedong, grogol. saya sengaja berangkat agak pagian karena saya tidak ingin terburu-buru untuk membeli sarapan. setelah membeli sarapan kemudian saya menyetop metro mini berwarna orange dengan nomor jurusan 91 di bawah jembatan susilo. sepi penumpang nampaknya, hanya ada sekitar 5-6 orang saja termasuk saya di metro mini itu. 

baru saja saya duduk, kenetnya sudah menodong saya untuk membayar ongkos, tak pikir panjang saya langsung membayar ongkos yang sudah saya siapkan dari kostan. melewati sumber waras, kira-kira 2 orang penumpang turun, maka sisalah sekitar 3-4 orang penumpang di metro mini itu. 

hampir sampai di fly over roxy, terlihat ada mbak-mbak yang bersiap-siap untuk menyetop metro mini yang saya tumpangi. langsung terlintas cepat di otak saya bahwa dengan kemungkinan penumpang yang hanya tak seberapa ini supirnya akan lebih memilih lewat bawah fly over dan memutar di kolong fly over daripada memutar jauh di cideng barat. 

benarlah dugaan saya, supirnya menaikkan mbak-mbak itu dan mengambil jalur bawah fly over. saya tidak ingin berpikir buruk, siapa tahu supirnya berpikir lewat fly over macet dan lebih cepat lewat bawah fly over, tapi di sisi lain otak saya juga menyuruh saya untuk segera memanggil kenetnya lagi, yang sedang turun ke jalan men-sweeping jalur yang dilewati metro mini, untuk meminta setengah dari ongkos saya kalau saya diturunkan di putaran kolong fly over roxy. tapi saya tetap optimis bahwa supirnya tidak akan sejahat itu tega menurunkan penumpang yang baru naik dari susilo dan sumber waras, apalagi sudah menarik ongkos full dari kami. 

dengan masih berharap-harap setelah melewati kepadatan dan dihadapkan pada antrian mobil-mobil lainnya di depan yang sedang mengantri untuk putar balik di bawah kolong fly over roxy, ternyata supirnya memilih untuk keluar dari antrian, lega juga. 

hanya satu nafas leganya. dan tiba-tiba supirnya menikung tajam menyelak mobil lain yang sudah hampir memutar 180 derajat di bawah kolong fly over roxy. damn!

saya dan penumpang lainnya diturunkan dengan keji oleh supir dan kenet 91 itu di putaran kolong fly over roxy. sebelum saya turun, saya camkan baik-baik muka supir 91 yang keji itu. darah di tubuh saya sudah 90 derajat mendidih dan semakin naik gelegaknya. sumpah serapah sudah hampir keluar dari mulut saya, beberapa macam tindakan anarkis sudah mencuat di dalam pikiran saya, namun pada akhirnya saya memilih untuk segera turun dengan elegan dan menyumpah serapah di dalam hati saja.

saya kesal sekesal-kesalnya saya bisa kesal. benar-benar kesal.

saya berjalan sepanjang kolong fly over roxy dengan darah yang sudah 100 derajat mendidih dan dengan sumpah serapah maut untuk pak supir, sampai akhirnya saya berhenti untuk menunggu kendaraan selanjutnya yang bisa ditumpangi dari muara fly over itu.

saat sendiri memang saat yang tepat untuk menenangkan emosi dan pikiran.
dalam keadaan yang sudah dideskripsikan di atas tersebut, saya berpikir bahwa saya sungguh bernasib sial dan saya patut mengasihani diri saya sendiri karena segala macam kesialan yang pernah terjadi kepada saya yang pada saat itu entah kenapa tiba-tiba terlintas kembali dengan jelas di pikiran saya. menyedihkan.

sampai tiba-tiba entah apa yang membuat diri saya memunculkan sebuah ungkapan tentang kura-kura, bahwa: 
'kalo elo lagi merasa bernasib sial, lo inget di luar sana lagi ada kura-kura juga yang lagi tejungkal balik dan ga bisa balikin badannya sendiri'
(terus ada gambar kura-kura posisi telentang)

saya langsung kepikiran itu kura-kura kasian amat ya ga ada yang nolongin di utan sendirian. udah jalannya lambat, rumahnya berat, eh pake kejungkal balik ga bisa bangun sendiri. saya kalo dibandingkan dengan kura-kura itu mah apa atuh.

setelah kepikiran itu kura-kura, darah saya tiba-tiba tidak lagi menggelegak-gelegak seperti tadi. dengan cepat pikiran saya sudah dingin kembali. malah saya bersyukur saya masih bisa diberi kemampuan untuk bisa menyelamatkan diri sendiri.

setiap makhluk pasti punya musibahnya masing-masing. saya bersyukur otak saya memunculkan si kura-kura itu, jadi saya tidak mempermalukann diri saya sendiri dengan memaki-maki sembarangan untuk melepaskan emosi saya.


terima kasih kura-kura.