Pengikut

Mengenai Saya

DKI Jakarta Terpadat, Jakut, tapi akhir-akhir ini Jakbar, Indonesia
sombong, sok, angkuh, nyolot, belagu, sifat dasar manusia yang amat teramat melekat di gue

Senin, 28 Maret 2016

KZL

Sudah berapa kali Saya merefleksikan diri bahwa amarah itu merugikan, sangat merugikan. Tumbler Starbucks Saya seharga Rp150.000 barusan saja menjadi korban atas absen-nya pikiran Saya dikarenakan terisi oleh amarah depresi sesaat. Sangat merugikan bukan?

Walaupun sebenarnya tumbler itu hadiah farewell dari kantor sebelumnya (so basically it's free).

Tapi marah juga menyebabkan emosional Saya terganggu, keseimbangan dengan alam jadi terasa berat sebelah. Rasanya alam selalu memberikan keburukan-keburukan kepada Saya, terlalu banyak keburukan sehingga rasanya lebih berat di keburukan daripada kebaikan. Akibatnya adalah Saya mengimbaskan kembali keberatan Saya kepada orang-orang di sekitar Saya karena Saya berpikir mereka seharusnya juga merasakan keburukan alam yang Saya rasakan, jadi itu baru seimbang.

Salah. Sangat salah.

Tapi sulit untuk memikirkan kebaikan-kebaikan yang diberikan alam ketika amarah sedang menguasai.

Yang Saya syukuri adalah Saya masih bisa meredam amarah Saya untuk diri Saya sendiri dan jarang sekali mengimbaskannya ke orang di sekitar Saya. Saya pun juga selalu mencoba untuk meredakan amarah Saya sesegera mungkin dengan mengabsenkan diri Saya dari dunia nyata.

Dan Saya sangat bangga dengan pencapaian itu.

Yasudahlah, Saya harus kembali lembur. Baru saja dikirimi e-mail untuk di-print.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar