diajak berkeliling naik motor di senja hr. tempat dg potensi wisata budaya, wisata khusus extreme yg hanya akan ditemukan disini
JOGJA!
dengan kereta api kelas ekonomi gerbong AC Progo kami memulai perjalanan kami, dari stasiun senen, dengan keberangkatan KA pukul 20.35 dan akhirnya tiba di stasiun lempuyangan jogja pada pukul 09.00, 12 jam kami menempuh perjalanan yg lumayan patut diingat.
selama di dalam perjalanan dg kereta api ini, kami bertemu dengan 2 orang ibu-ibu dg pembawaannya masing-masing, dg karakternya masing-masing. gue, dg 4 orang teman gue yg lainnya yg terpisah tempat duduknya dg posisi bersebelahan 2-3, mengapit masing-masing ibu ini.
yg satu dg tas kecil khas emak-emak yg sudah mulai senja umurnya, dg cara berbicaranya yg khas menasihati, dan logat jawa purwoketonya yg medok, duduk di samping gue dan berseberangan dg 2 org teman gue di kursi depan.
yg satu lagi, ibu-ibu berjilbab dengan 2 orang anaknya yg masih sd, laki dan perempuan, kelihatan malu-malu duduk berseberangan dg 2 orang teman gue yg lainnya di kursi sebelah.
percakapan basa basi pun mengawali perjalanan kami, mau kemana, darimana, pengalaman mudik, dsb. sampai akhirnya gue dan teman-teman gue memilih untuk masuk kembali ke dunia kami, sambil bernarsis ria kami tertawa cekikikan bersama seakan gerbong itu hanya diisi oleh kami saja, dan akhirnya gerbong pun mulai sepi, penumpang lain pun mulai memejamkan matanya satu per satu, tak terkecuali penumpang di kursi kami, teman-teman gue mulai memejamkan mata mereka juga satu persatu diikuti oleh ibu-ibu yg kami apit.
salah satu ibu-ibu yg mulai senja umurnya kemudian dg rasa toleransi seorang ibu, menawarkan koran ke ibu-ibu lain yg membawa anak kecil, supaya si anak bisa tidur di bawah lantai kereta api dg beralaskan koran maksudnya, tapi ditolak dg halus oleh ibu-ibu yg satu tujuan perjalanan dg kami itu. pada akhirnya si ibu yg mulai senja umurnya itu menggunakan korannya sendiri untuk tidur di bawah lantai kereta api yg sangat dingin itu. dan jujur saja, untuk gue pribadi melihat pemandangan seperti itu, ibu-ibu yg mulai senja umurnya tidur di kolong kursi penumpang, tepat di bawah kursi yg diduduki teman-teman gue, dg beralaskan hanya koran dan terbungkus rapat seperti ikan asin dg selimut tipis rumah sakit hasil sewaan seharga Rp5000,- dan juga bantalnya, itu benar-benar mengganggu. secara ada kursi yg uda dia beli seharga Rp96000,- , dan malah dia memilih untuk menempati lantai gerbong kereta api yg dingin itu.
apapun itu, kami menikmatinya, apalagi jika kami tahu akan seperti apa perjalanan pulang kami, itu seperti mengendarai kereta api dg bus bedanya, ekonomi ac sama-sama, tapi jauh sekali bedanyaa..
sampai di jogja, langsung kami mencari-cari malanglang buana untuk tiket kami pulang, masih tidak jelas saat itu akan pulang kapan dan bagaimanakah kami ini, boro-boro pulang, penginapan aja belom dapet.
setelah bertanya ke mini market terdekat (dan satu-satunya mini market dg franchise yg berbeda dari mini market yg akan gue kunjungi berikut-berikutnya) dan menemukan bahwa tiket KA semua sudah sold out sampai tanggal 5 september, kami akhirnya memutuskan untuk mencari penginapan terlebih dahulu.
dari stasiun lempuyangan, di bawah teriknya matahari pagi jogja, kami berjalan kaki sampai malioboro. muter-muter dari satu penginapan ke penginapan lain, ditolak di sana-sini karena kamar full booked (lebaran, what else can we say?), sambil membawa koper dan tas kami masing-masing, kami berjalan tanpa lelah dg iringan berpasang mata penduduk asli di sepanjang pencarian kami, sungguh itu patut untuk di kenang. seandainya yg melakukan hal itu adalah para backpacker yg memang dg tujuan awal nya untuk bersusah-susah, pendeskripsian gue barusan emang berlebihan, tapi masalahnya temen-temen gue ini cewek semua, dan kami sudah terbiasa hidup enak di kota dg fasilitas busway kemana-mana, atau paling enggak angkot lah, kami sudah dididik untuk menjadi anak metropolis dari awalnya, makanya gue ngerasa kalo hal tersebut patut untuk diinget.
sampai akhirnya setelah berjam-jam kami mencari, kami menemukan satu penginapan yg sesuai dg budget awal kami, satu orang kena Rp20000,-/malam, nama penginapannya adalah penginapan harum 1. dan well, itu adalah penginapan seharga Rp20000,-/malam-nya, jadi apa yg kami harapkan tidak bisa berlebihan pastinya. setelah perjalanan panjang dg hanya 1 jam tidur di KA, gue dan satu teman gue, sebut saja panda, memutuskan untuk tidur, sedangkan yg lainnya, entahlah mereka kemana, yg gue tau kemudian adalah gue dibangunin ama temen gue dan kita langsung beres-beres pindah!
ternyata selama gue dan panda tidur, temen-temen gue yg lainnya ngelayap pergi sambil nyari penginapan yg rencananya bakal kita tempati besok pagi (tempat pertama hanya bisa dibooking sampai jam 8 besok pagi, karena itu juga uda ada yg ngebooking lagi), tapi rencana berubah karena temen-temen gue pada ga betah ama penginapan yg pertama ini, jadilah kita pindah dari penginapan yg uda kita bayar masing-masing Rp20000,- untuk tidur siang selama 4 jam (gue dan panda, temen-temen gue yg lain bayar cuma buat naroh tas koper doang selama 4 jam) ke penginapam baru di jalan dagen.
puntodewo nama penginapannya, dg membayar Rp60000,- seorang/malam-nya, gue akuin penginapan ini jauh-jauh lebih baik dari penginapan sebelumnya, bukannya bermaksud untuk ngejelek-jelek in penginapan sebelumnya, penginapan yg lama itu memnuhi persyaratan untuk ditinggali kok, tapi itulah alesan kenapa gue bilang kalo gue dan temen-temen gue ini uda dididik secara metropolis sedari awal.
selesai pindahan, gue dan 2 orang teman gue yg belum makan, memutuskan untuk jalan-jalan sore di mallioboro sambil mencari makanan ala jogja yg 'katanya' murah-murah.
tapi kemudian, bukannya mencari makan, kita malah ke-asik-an belanja-belanja, biasaa, naluri alami cewek-cewek hehe..
setengah puas belanja, perut rasanya sudah tidak ada toleransi lagi, kami akhirnya makan di pinggiran jalan dagen, di warung bu djoko nama tempat makan nya, lauknya siap saji hampir mirip kayak warteg, versi gerobak, untuk rasa makanannya sih standart untuk lidah orang indonesia, dan harganya juga standart untuk orang jakarta.
tapi gue termasuk orang yg bawel untuk masalah makanan, jadi ketika teman-teman gue memilih untuk makan di warung bu djoko, gue memilih untuk membeli sate ayam di seberang warung bu djoko, Rp10000,- dapet 10 tusuk sate ayam dan 1 lontong gede. itu baru makanan yg rasanya standart untuk lidah orang indonesia, dan harganya murah untuk orang jakarta
selesai makan, gue dan teman-teman gue berpisah, gue dijemput sepupu gue dan teman-teman gue melanjutkan jalan-jalan mereka.
dengan kendaraan bermotor roda dua milik sepupu gue, sepupu gue berperan besar dalam pencarian tiket pulang kami ini (thanks reh). ditemani sejuk menjurus dingin udara kota jogja sore hari, sepupu gue dg baik hati mengantarkan gue dari mallioboro ke terminal giwangan, mencari-cari tiket untuk gue dan teman-teman gue pulang hari minggunya (jatah libur gue cuma ampe hari sabtu malah sebenernya) dan hasilnya kurang memuaskan, kemudian dilanjutkan ke terminal jombor dimana akhirnya gue ngedapetin tiket paling murah untuk pulang hari minggu seharga Rp190000,-.
ingin protes rasanya, dan gue emang protes, gue mengeluarkan argumen-argumen gue yg nyolot dan sebagai anak ekonomi gue membenarkan kenyolotan gue itu ke sepupu gue. sebagai gantinya, sepupu gue berperan sebagai seorang humanis untuk memenangkan argumennya itu, dg membela hak-hak para supir dan kenet yg bekerja di libur lebaran itu, apa yg bisa gue katakan jika itu sudah menyangkut masalah kesenjangan sosial yg memang sebagai anak ekonomi sudah gue sadari itu.
dilanjutkan dengan percakapan potensi usaha di jogja, dg gaya khas nya yg uda gue hafal dari kecil, sepupu gue ngejelasin dg kalimat-kalimatnya yg santai dan mudah dicerna, dari sisi ekonomi dan sisi pariwisata potensi usaha di jogja itu, dan sekali lagi, gue hanya bisa termangu-mangu mendengarkan penjelasan sepupu gue yg satu ini.
sambil mengendarai motor bebeknya dan sembari membonceng gue di belakangnya, doi ngejelasin potensi wisata khusus extrem yg hanya akan bisa di temukan di jogja, lagi dengan gayanya yg selengean begajulan khas para mahasiswa pecinta alam, sambil sesekali mengarahkan motornya ke jalur yg benar karena berkali-kali diklaksonin pengandara yg lain, sepupu gue membawa gue muter-muter jogja. bersama dengan dinginnya angin senja dan pemandangan kota jogja di saat matahari terbenam, sepupu gue seperti tau harus kemana untuk menyenangkan hati penumpangnya ini, melewati jembatan entah dimana itu di daerah kota jogja, dengan pemandangan di depannya adalah 3 gunung di jogja yg terkenal yg menjulang saling berdekatan, merapi, sumbing, dan kelud. dg cahaya merah matahari terbenam dan angin semilir di motor, what else can i say?
to be continued..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar